Bismillah…
Aku ingin berbagi cerita
tentang liburan bersama teman-teman (Hayatiers*) di daerah Pangandaran. Daerah
yang berlokasi di Jawa Barat, ditempuh kurang lebih 6-7 jam perjalanan darat
dari Kota Bandung. Daerah ini terkenal dengan keindahan wisata baharinya yang
terletak di daerah pantai selatan.
28
Desember 2015
Malam jam 11.00
Kami berangkat dari daerah
Dipati Ukur menggunakan mobil carteran, dengan jumlah personil 9 orang; Kak
Ning (Driver Ketcee Badaaai…), Fajri,
Linda, Sisil, Norma, Rustan, Amir, Haikal dan Aku. Setiap orang telah membawa
perbekalan dengan ransel masing-masing yang penuh. Target kami sampai di Pantai
Pangandaran dan melihat SUNRISE J.
29
Desember 2015
Pagi jam 05.00
Alhamdulillah setelah
melalui perjalanan yang panjang, akhirnya kami sampai di daerah Pangandaran.
Sebelum menuju pantai, kami shalat Subuh terlebih dahulu di mushola SPBU
sebelum memasuki area Pantai Pangandaran. Setelah shalat Subuh kami bergegas
menuju mobil, mengejar mentari pagi…
Memasuki area Pantai
Pangandaran kami dikenai karcis sebesar Rp. 36.000,-/mobil. Untuk menyaksikan sunrise, waktu yang terbaik adalah
sekitar jam 05.30-05.45. Sesampainya di pantai, semua personil segera berlari
menuju pantai (makluum di Bandung, pantai langkaa :D). Kami mulai mengambil
posisi mengabadikan sunrise dengan
perspektif masing-masing.
Setelah cukup lama
menjepret sana-sini, kami-pun mulai lapar. Di sekitar pantai Pangandaran,
tampak beberapa penjual lalu lalang membawa keranjang-keranjang makanan,
beberapa berjualan dengan menggunakan sepeda. Akhirnya kami memutuskan untuk
sarapan pagi nasi uduk. Seorang bapak penjual nasi uduk menawarkan 3 nasi uduk
seharga 10.000, sarapan murmeer. Kami sarapan pagi sambil duduk di bangku bambu
menghadap ke arah pantai Pangandaran. Seekor kucing SKSD datang mendekati kami dengan
sok akrabnya duduk di dekat kami :D, dialah teman pertamaku di Pangandaran.
Jam 07.30
Untuk menyusuri objek
wisata di Pangandaran, kami menggunakan jasa pemandu wisata. Kami berjanji
untuk bertemu pemandu jam 07.30 di Pantai Pangandaran. Pemandu kami seorang
lelaki paruh baya, ramah dan supel, namanya Pak Riswanto. Setelah beramah
tamah, sang Bapak menjelaskan rencana wisata, dimulai dari Green Canyon, Pantai
Batu Karas, Pantai Batu Hiu, Taman Wisata Alam, dan terakhir Sunset Pantai Timur.
Oya, sekedar untuk menjadi referensi, setiap orang dikenai biaya Rp. 200.000
untuk semua objek wisata ini, plus makan siang dan dokumentasi.
 |
Bersama Pak Riswanto |
Jam 08.30
Setelah menempuh
perjalanan kurang lebih 1 jam kami sampai di Green Canyon. Daerah ini terletak
di daerah Sungai Cijulang yang airnya berwarna hijau, di tepi-tepi sungai
tampak tebing-tebing bebatuan karst. Pemandu membagi kami menjadi 2 grup,
dengan 2 perahu. Aku, Norma, Sisil,
Haikal dan Kak Ning grup pertama dengan live
jacket berwarna biru, kuberi nama Tim Biru. Sedangkan grup kedua, Linda,
Fajri, Rustan dan Amir,mereka Tim Merah.
 |
Tim Biru-Tim Merah |
Menggunakan 2 perahu bersayap
kami menyusuri sungai Cijulang, beberapa kali Aku berdecak kagum menyaksikan
pesona alam daerah ini, mempesona. Akhirnya kami sampai di daerah sungai yang
agak dangkal, sang pemandu mengingatkan kami untuk menggunakan live jacket dan melepaskan sandal jika
ingin berenang menuju spot batu
payung. Dengan bantuan tali yang terdapat di sungai Aku dan beberapa teman yang
tidak bisa berenang menyusuri sungai dengan pemandangan tebing-tebing yang
menghijau. Akhirnya kami sampai di daerah Batu Payung. Batu Payung merupakan
batu yang berbentuk mirip payung, dengan ketinggian sekitar 6 meter dari
permukaan sungai. Pengunjung melakukan atraksi melompat dari batu payung ke
sungai, cukup menantang bagi yang tidak bisa berenang dan takut ketinggian.
 |
Perahu Bersayap |
Semua teman-temanku
berinisiatif untuk mencoba, kecuali Aku dan Sisil yang masih ngilu membayangkan
melompat dari ketinggian, kami berdua duduk anteng menatap beberapa teman yang
mulai melompat. Ada yang melompat 2x, 3x bahkan sampai 5x bagi para cowok-cowok
yang sangat menyukai sesuatu yang menantang seperti ini.
Aku dan Sisil masih duduk
tak bergeming menyaksikan, padahal dalam hati masing-masing ingin. Setelah
saling bertanya dan meyakinkan, akhirnya kami memutuskan untuk mencoba, sebuah
keputusan yang cukup berani bagi orang yang tak bisa berenang dan takut
ketinggian. Untuk menuju batu payung, kami harus menyeberang sungai dan
memanjat tebing. Akhirnya sampai juga di atas, di puncak batu payung. Norma,
Linda dan Fajri ikut menemani kami. Setelah meminta kami melompat terlebih
dahulu, dan kami menolak, mereka-pun akhirnya memutuskan melompat terlebih
dahulu. Tinggallah kami berdua di atas, Aku dan Sisil sama-sama takut untuk
melompat, kami diliputi kegalauan tingkat tinggi, tidak ada satupun yang berani
melompat terlebih dahulu, sedangkan di bawah suara-suara sudah mulai ramai
meneriaki kami dengan riuh untuk segera melompat. Ngilu rasanya saat melihat ke
bawah dan membayangkan melompat dari ketinggian yang terbilang fantastis
bagiku, meskipun aku pernah mengatakan berulang-ulang kepada teman-temanku
“tenang kita pakai live jacket, jadi
tetep live”, jujur aku takut tenggelam
:D.
 |
Di atas Batu Payung |
Tak sabar menanti kami
melompat akhirnya salah seorang pemandu naik ke atas memberi kami beberapa trik
melompat dari atas. Jujur, itu tidak membantu menghilangkan ketakutan kami,
tetap saja tidak ada yang berani melompat. Sang pemandu mulai agak kesal dengan
kami, akhirnya salah seorang pemandu yang lain ikut naik ke atas, dia lebih
sabar megajari kami trik melompat, tetapi tetap saja “teori tak semudah praktek
temaan”, kami tetap tak bergerak :D, whehe. Dan akhirnya dengan beberapa
kalimat persuasif pemandu kedua berhasil meyemangatiku untuk melompat dengan
dalih melompat bersama-sama.
1…2….3… Amir yang memegang
kamera bersemangat menghitung untuk yang kesekian kalinya, dan akhirnya aku
melompat temaan, byuuuurrr…. Jujur yang aku rasakan saat melompat adalah
pasrah, bismillah…tak lama kemudian aku merasakan gelembung-gelembung air
banyak di sekitarku, sederhana aku berfikir sepertinya aku masih di dalam air,
lalu beberapa detik kemudian aku tersadar telah terapung di permukaan sungai,
Aku Masih Hiduup Allaah J, #Alhamdulillah.
Kemudian Sisil menyusul melompat setelah Aku…
Cukup hectic pengalaman di tempat wisata yang pertama. Melompat itu bagiku
tentang melawan ketakutan diri sendiri, mengalahkan ketakutan-ketakutan yang
kita bangun di dalam diri kita, yang kalau kita yakini, kita bisa melakukannya,
maka ada kekuatan lain bernama keberanian yang berupaya mengalahkannya, dan
mewujudkan keinginan kita, bahwa KITA BISA, insha Allah.
 |
Alhamdulillah KITA BISA |
Jam 11.00
Kami pulang menaiki perahu
masing-masing, dan disambut sang pemandu di terminal pemberhentian perahu. Sang
pemandu langsung mengajak kami menuju tempat wisata selanjutnya, yaitu Pantai
Batu Karas.
Pantai Batu Karas terletak
sekitar 15 menit dari Green Canyon, kami semua masih dalam kondisi basah kuyup
saat sampai di Pantai Batu Karas, mentari yang semakin terik menyambut
kedatangan kami. Sang pemandu segera mengarahkan kami menuju salah satu
restoran seafood untuk mengobati
jeritan kampung tengah. Kami makan dengan menu ikan bakar, cumi krispi, cah
kangkung, dan karedok, makan terasa sangat nikmat, #memang makan disaat lapar
lebih nikmat #Alhamdulillah J.
Selesai makan semuanya
beranjak menuju pantai, pengunjung tampak ramai, mengingat ini waktu liburan
sekolah. Beberapa pengunjung terlihat bermain surfing, yang lain ada yang bermain pasir di tepi pantai, berenang
di daerah pantai yang dangkal, dan bermain banana
boat atau donat UFO. Ini yang menarik hati kami, banana boat :D. Setelah tawar-menawar dengan sang pemilik banana boat, akhirnya kami bertujuh (para
cewek-cewek) memutuskan untuk menaiki pisang raksasa itu.
 |
Banana Boat |
Salah satu yang kutakutkan
saat menaiki banana boat adalah saat pisangnya dibalik. Ternyata teman-teman
telah menyepakati untuk membalik banana
boat 1x. Kami mulai menaiki pisang raksasa, setelah siap di kemudi
masing-masing, banana boat meluncur
dengan ditarik sebuah boat.
Melayang-layang dan dihempas-hempas gelombang di tengah lautan memberikan sensasi
tersendiri. Pemandangan di tengah lautan teramat indah, aku takjub, alam
ciptaanMu teramat indah Allah, #MashaAllah. Di tengah perjalanan, kami semua
berteriak agar pisang tidak dibalik, “jangan dibaliik Aaak…” kata kami memberi
kode kepada sang pengendali boat, dia mengacungkan jempolnya. Tapi jujur Aku
masih belum tenang, kami mulai sambung menyambung berteriak, “jangaaan
dibaliiik Aaak…”.
 |
Ketika Pisang Raksasa Berbalik T_T |
Byaaaar….tepat setelah
putaran kedua, banana boat kami
dibalik T_T. Aku refleks melepaskan pegangan kemudi, terhempas di pinggiran
pantai, air laut mulai memasuki hidung, mata dan tenggorokan, terasa asin dan periih.
Aku mulai menggapai-gapai menuju tepi pantai, tapi belum lagi sampai ke tepi,
ombak kembali menyapu, kali ini dengan membawa pasir, pasir itu terasa
menghempas ke bagian wajahku, memasuki mata yang membuatnya semakin perih. Aku
mulai berteriak memanggil Norma, Aku terduduk di tepi pantai, mataku tak bisa
terbuka, teramat perih, tak lama Norma membawakan air laut dengan tangannya,
menyiramkan ke mukaku, meskipun asin, tapi pasir yang menghiasi mukaku sedikit
menghilang, #ThanksMak.
Kami bersegera menuju
kamar mandi dengan kondisi tubuh penuh pasir, bebersih disana, dan rasanya Aku
ingin sekali meminum air kamar mandi, mengingat tenggorokanku yang perih akibat
air laut. Usai mandi, kami langsung menuju mushola dan shalat.
Jam 13.15
Jam sudah meunjukkan pukul
1 lewat 15 menit, kami segera diingatkan oleh pemandu untuk menuju tempat
wisata berikutnya. Kali ini menuju Pantai Batu Hiu, terletak kurang lebih 1 jam
perjalanan dari Batu Karas. Baru saja beberapa menit mobil berjalan, semuanya
langsung terlelap #hayatilelaaahMaak…
Pantai Batu Hiu merupakan
salah satu pantai yang tidak mengedepankan sisi pantainya, akan tetapi
mengedepankan pesona bebatuan serta keindahan alamnya. Sudah tak terhitung
entah sudah berapa kali Aku berdecak kagum, Allah alamMu indah sekalii…#MashaAllah.
Perpaduan langit biru yang bersih dan pertemuannya dengan birunya lautan,
dihiasi tebing-tebing bebatuan, yang katanya menyerupai hiu. Wisata kali ini
benar-benar memanjakan mata dengan keindahan alam ciptaan Allah. Tempat wisata
ini dikonsep dengan tangga-tangga menuju ke bagian tinggian, di bagian tinggian
kita bisa menyaksikan keindahan view
Pantai Batu Hiu, dengan tiupan angin yang semilir lembut, Indaah, #Perfect J.
Jam 14.45
Setelah cukup lama
berkeliling dan beristirahat di atas, akhirnya kami memutuskan untuk turun. Di
bawah sang pemandu telah menunggu untuk berangkat menuju tempat wisata
selanjutnya. Kak Ning memutuskan untuk membeli air degan terlebih dahulu, sedangkan
para emak-emak melihat-lihat souvenir khas pangandaran.
Akhirnya tepat pukul 3,
kami berangkat menuju Taman Wisata Alam Pangandaran. Tempat ini ternyata masih
berada di sekitar lokasi Pantai Pangandaran, untuk memasuki daerah tersebut
kami tidak perlu membayar tiket masuk kembali. Sesampainya disana kami
diarahkan pada pemandu wisata yang lain, namanya Pak Ajat, ia ramah dan segera
membuat kami nyaman berinteraksi. Sebelum mulai menelususri gua-gua kami diberi
penjelasan mengenai karakteristik gua dan cerita rakyat dibaliknya. Sesekali
terdengar bunyi-bunyi hewan di belakang kami, ternyata simpanse, untuk
memanggilnya kami harus memanggil…”Kiss..kiss..kiss..”kata Pak Ajat dan bisa
juga memberikannya permen.
Pak Ajat mengajak kami
memasuki kawasan cagar alam, terlihat beberapa rusa berkeliaran dengan
bebasnya, untuk memanggil rusa kita harus bersuara “Inyeek..Inyeeek…” kata Pak
Ajat. Kami-pun berusaha memanggilnya, akan tetapi rombongan Rusa itu tetap saja
bubar menyaksikan kegaduhan kami ber”inyeek-inyeeek” ria :D.
Dimulailah penelusuran
kami dari Gua Panggung, Gua Keramat/Parat, dan terakhir Gua Miring. Di dalam
gua ini terlihat relief-relief pahatan alam berupa stalagtit dan stalagmit.
Beberapa pahatan alam berbentuk seperti pahatan manusia, terlihat seperti
patung gajah, unta, dan lain sebagainya. Sebagian dari gua-gua ini masih
dijadikan tempat bersemedi bagi sebagian orang. Oya, kata Pak Ajat tempat ini
berkembang setelah kejadian Tsunami Pangandaran pada tahun 2006.
 |
Menelusuri Gua, bukan Menggua... |
Setelah menelusuri gua-gua
kami menaiki perahu untuk melihat keindahan alam bawah laut serta melihat batu
layar. Di daerah laut yang dangkal perahu dihentikan, kami diminta memanggil
ikan-ikan dibawah laut dengan “Ehmmm…Eehmmm…Ehmmm…”, tetap saja para ikan tidak
merasa terpanggil :D. Beberapa wisatawan yang lain terlihat melakukan snorkling, sebagian ada yang memancing. Perjalanan
dilanjutkan, kami ditunjukkan batu layar serta batu buaya, terlihat proses
abrasi membentuk batuan ini, semuanya murni pahatan alam, ciptaan Allah yang
Maha Indah J, Maha Besar Allah
dengan Keagungan Ciptaan Nya.
 |
Batu Layar |
Jam 17.00
Kami bersiap menuju
destinasi terakhir, SUNSET. Sekitar 10 menit dari Cagar Alam, kami berhenti,
kembali untuk mengejar mentari sore…
Sejatinya
kehidupan itu juga seperti sunrise dan sunset, datang dan pergi, silih
berganti,
seperti
bergantinya siang dan malam J…
“Dan Kami jadikan malam
dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan
tanda siang itu terang, agar kamu mencari karunia dari Tuhanmu, dan supaya kamu
mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami
terangkan dengan jelas”(QS. Al-Isra:12).
Bandung, 01 Januari
2016
Alhamdulillah
Thanks Allah
untuk
nikmat yang tak terkira bisa menikmati Alam CiptaanMu…
*Hayatiers:
sebutan untuk anak-anak kosan hayatii yang berlokasi di Jalan Titiran Dalam,
punya hobi masak-masak, makan-makan, jalan-jalan, pijit-pijitan, menggua dan
akhir-akhir ini jadi hobi rapaaattt :D.