Bismillah...
Mengutip sebuah pepatah lama yang pernah kudengar “mulutmu adalah harimaumu yang akan menerkam
kepalamu sendiri”, meskipun pepatah ini terkesan sangat berlebihan, tapi
setelah dihayati ternyata ini benar adanya. Akhir-akhir ini banyak kasus yang
dimulai dari “ocehan” baik itu via lisan langsung ataupun “kicauan” via media
sosial, kasus yang dimulai dari sesuatu yang sederhana, tapi terkadang
penyelesaiannya rumit dan harus melalui ranah hukum. Disisi lain, mulut juga
sangat banyak manfaatnya, dan tak mungkin kita menguncinya. Salah satu
solusinya, seperti yang disampaikan oleh seorang Ummi pada sebuah kajian yang
kuikuti 2 minggu lalu, yaitu Aafatul Lisan.
Aafatul lisan
(menjaga lisan) merupakan salah satu parameter ketinggian akhlaq (Matinul
Khuluq). Rasulullah menyampaikan dalam sebuah hadits nya: “Tidaklah ada yang keluar dari lisan manusia, kecuali ada yang mengawasi
dari kanan-dan kirinya”. Dari sana dapatlah kita simpulkan bahwa menjaga
lisan itu sangat penting, karena lisan dapat menjerumuskan seseorang ke dalam
jurang api neraka.
Sebenarnya yang dimaksud lisan disini, memiliki makna
yang luas, yaitu lebih merujuk kepada bahasa. Bahasa memiliki beberapa
pengertian, bisa dari bahasa lisan, bahasa tulisan, dan juga bahasa tubuh.
Jadi, menjaga lisan itu meliputi beberapa hal tersebut.
Ada 2 poin penting dalam
menjaga lisan :
1. Berbicara
yang benar atau diam
Berbicara
yang benar disini adalah berbicara sesuai dengan maqam(tempat)nya : “Tiap perkataan itu ada tempat terbaik, dan
setiap tempat itu memiliki perkataan terbaik pula” (Hadits). Jadi sangat penting
untuk menjaga kehalusan dari tutur kata, baik dari segi isinya maupun
intonasinya.
2. Berbicara
yang bermanfaat
Ada
sebuah cerita yang menarik disini, tentang Aisyah radhiallahu ‘anha, istri
Rasulullah SAW. Pada suatu hari Rasulullah mengajak Aisyah untuk pergi keluar,
tetapi dengan satu syarat, Aisyah diminta mengulum air bening selama dalam perjalanan
tersebut. Jadi otomatis Aisyah tidak bisa berkata-kata selama didalam
perjalanan. Setibanya di rumah kembali, Rasulullah pun meminta Aisyah untuk
mengeluarkan air tersebut, ternyata air tersebut tidak lagi berwarna bening,
tapi ada warna seperti darah. Rasulullah pun bertanya kepada Aisyah : Wahai
Aisyah, apakah yang engkau fikirkan selama di perjalanan tadi? Aisyah menjawab
: Aku hanya berfikir, alangkah baiknya pakaian yang digunakan ibu yang bertubuh
gemuk digunakan oleh ibu yang bertubuh kurus. Rasulullah bertanya : Bukankah
itu tidak bermanfaat bagi kita?
Aku
termenung mendengar cerita ini, Astaghfirullahal
‘azhiim, sesuatu yang terbesit difikiran kita saja seperti itu akibatnya,
apalagi suatu perkataan buruk yang kita katakan. Kemudian Ummi menututup kajian
ini, dengan beberapa kesimpulan :
“Simpanlah
lisan kita dibelakang hati, jadi apa yang dikatakan oleh lisan kita, dikontrol
oleh hati”.
Doa
untuk penjagaan lisan : “Rabbisrahlii
sodri wa yassirlii amrii, wahlul ukhdatam millisaani yafqohuu qoulii”
Ya
Allah jadikanlah amalan terbaikku, saat bertemu dengan engkau...waktu terbaik
saat terakhir, dan amalan terbaik saat terakhir...
Aaaamiin
Ya Rabb J.