Kamis, 14 Juli 2016

di Ke-tidakpasti-an, Kita berjalan…

Sudah sekitar 1 jam Aku duduk di ruangan ini, sebuah ruangan yang didesain dengan segala corak kebudayaan Jambi. Semua yang berada disini sedang menunggu, Akupun begitu. Kuperhatikan tingkah mereka, rata-rata sibuk menatap layar smartphone-nya masing-masing, ini Era Digital Bung!. Aku mengambil ponsel yang sudah sejak tadi di-charge di salah satu layanan “free charging” di gedung ini. Terdengar beberapa pemberitahuan dari pengeras suara mengenai pemberangkatan si Burung Besi. Tak salah lagi, Aku sedang di ruang tunggu bandara.
Sudah menjadi hal lumrah “mungkin” mengenai pengunduran jadwal keberangkatan oleh maskapai. Kali ini alasannya “kerusakan” si Burung Besi, tentu saja ini bukan atas kemauan mereka, Delay yang Berlipat kuberinama. 1 hari sebelum keberangkatan pihak maskapai memberitahu bahwa penerbangan yang seharusnya dijadwalkan jam 14.35 diundur menjadi jam 16.05. Aku berangkat diantar Ayah sekitar pukul 13.00 dari rumah, mengingat jarak tempuh dari rumah ke Bandara hampir 1,5 jam. Walhasil, sampai Bandara sekitar jam 14.30, Aku terburu-buru check-in. Petugas di loket check-in memberitahu bahwa kemungkinan pesawat dari Jakarta baru tiba jam 05.15 karena kerusakan pesawat, Unpredictable!.
Akhirnya kuberitahu Ayah mengenai hal ini, kukatakan “Pulang saja yah, penerbangannya masih lama”. Akhirnya Ayah pulang dan Aku memilih menunggu di ruang tunggu ini. Aku tahu yang teramat khawatir dengan “delay” ini adalah Ibuku. Sebelum berangkat beliau sudah mewanti-wantiku, “kalau pesawatnya baru berangkat jam 4, jam berapa berangkat ke Bandungnya? nanti sampai Bandungnya jam berapa?”, Aku tahu, Ibu tahu persis akan semua jawaban yang ditanyakan kepadaku. Tergambar jelas dari matanya kekhawatiran melepas anak gadisnya bepergian sendiri, malam-malam pula. Sebelumnya Ibu juga berharap Aku pulang bersama Muthia ke Bandung, tapi karena Aku memiliki jadwal lapangan yang direncanakan tanggal 13, akhirnya Ibu tak bisa memaksa. Oya, ternyata lapangannya pun tidak jadi, karena ada salah satu dosen yang tidak bisa, Life is Unpredictable, right??. Ibu kembali membujukku, “undurkan tanggal tiket pulangnya, biar bisa serempak Muthia”. Aku menyerah akan permintaan Ibu yang itu, sinyal internet di kampungku benar-benar memprihatinkan, apalagi untuk meng-cancel dan mengundurkan penerbangan L.
Dan kini, Aku masih duduk di ruang tunggu ini, sibuk berbicara dengan fikiranku sendiri. Aku selalu yakin, apapun yang menimpa kita, pasti ada hikmahnya. Hanya mungkin kita perlu menerima dan belajar untuk bisa memetik hikmah itu. Semua yang terjadi pada kita adalah BAIK dan hanya ATAS IZIN ALLAH. Seyogyanya Hidup adalah tentang PENERIMAAN. Karena hidup tidak pernah "selalu" berjalan sesuai dengan rencana kita. Sejatinya, rencana kita bukanlah yang terbaik, rencana Sang Maha Kuasa-lah yang terbaik. Kita hidup di tengah sesuatu yang kita beri nama ketidakpastian yang terkadang terasa sebagai kejutan di tengah rencana-rencana kita.
Alhamdulillah akhirnya pesawat itu berangkat dengan beberapa insiden “kejutan”, akhirnya Aku berangkat ke Bandung pukul 08.00. Tak henti ku kirimkan sms kepada Ibuku di setiap kesempatan, hanya itu yang bisa kulakukan untuk mengurasi rasa khawatirnya. Jam 08.00 Cipaganti berangkat dari Bandara menuju Bandung. Ibu menelfonku, “Kenapa gak ambil Cipaganti jam 1 malam, biar Subuh sampai Bandungnya?”, Aku jawab “ Aku sudah di Cipaganti bu”. Setelah telfon terakhir itu, Ibu tak menelfonku lagi, Aku tahu Ibu tengah sibuk memikirkanku di rumah, meskipun kini beliau tak menelfon atau mengirimkan sms lagi.
Alhamdulillah, Unpredictable again!. Cipaganti sampai Bandung kurang dari jam 11 malam, padahal dalam perhitunganku mungkin sekitar jam 12 malam. Segera kukirimkan kabar kepada seorang Ibu yang sedang sibuk memikirkan nasib anak gadisnya, bahwa Alhamdulillah anaknya sudah sampai di kosan dengan selamat, Ibu segera merespon, “Alhamdulillah nian Ci, terkabul doa Ibu…”. #ThanksMom :’).

‘Ala Kulli Haal Alhamdulillah Ya Allah for Unpredictable Life

Tidak ada komentar:

Posting Komentar