Minggu, 17 Januari 2016

Syukur :)

Tiada kata seindah syukur. Sebuah kata yang mudah diucapkan, namun aplikasinya tak semudah itu. Alhamdulillah ‘ala kulli haal, segala puji hanya bagi Allah untuk segala hal. Terkadang di hati ini masih banyak menyesali atas apa yang terjadi pada diri kita, padahal yang terpenting adalah apa yang cocok menurut Allah, bukan apa yang cocok menurut kemauan kita. Segala sesuatu yang terjadi pada kita adalah baik, selalu ada hikmah baik dibaliknya. Hanya terkadang kita yang terlalu cepat menyimpulkan segala sesuatu. Ada sebuah cerita mengenai ini yang menarik untuk diambil ibroh-nya.
Di sebuah desa, ada seorang kakek yang memiliki seekor kuda putih yang amat menarik, sehingga banyak penduduk desa yang tertarik ingin memilikinya. Beberapa penduduk desa mencoba meminta untuk membeli kuda tersebut kepada sang kakek, akan tetapi ditolak oleh sang kakek. Hingga pada suatu hari, kuda tersebut hilang. Penduduk desa mengasihani sang kakek ”wah kasihan sekali kakek itu, kuda satu-satunya hilang”, sang kakek menjawab dengan sangat sederhana ”jangan terlalu cepat menyimpulkan segala sesuatu”.
Hari demi hari berlalu dan pada suatu hari kuda itu kembali dengan membawa kawanan kuda liar lainnya. Penduduk desa kembali berkomentar “wah beruntung sekali kakek itu sekarang ia memiliki kawanan kuda yang banyak”, sang kakek berkata “jangan terlalu cepat menyimpulkan segala sesuatu”.
Kuda liar tersebut harus dilatih dan dijinakkan, maka cucu laki-laki sang kakek itu berusaha melatihnya. Akan tetapi pada saat melatih kuda-kuda tersebut, cucu kakek tersebut terjatuh dari kudanya, kakinya patah, sehingga harus dirawat, sekarang kakek itu sendirilah yang merawat kuda-kudanya. Penduduk desa kembali berkomentar “kasihan sekali kakek itu, , cucunya terjatuh dari kuda dan kakinya patah, mungkin akan lumpuh seumur hidup”. Kakek itu berkata ”sudah aku katakan jangan terlalu cepat menyimpulkan segala sesuatu”.
Beberapa waktu kemudian, datanglah kelompok perampok ke desa sang kakek. Semua anak lelaki yang sehat dibawa oleh para perampok itu, penduduk desa bersedih, karena anak-anak mereka dibawa. Mereka berkata “beruntung sekali kakek itu, cucu kakinya patah sehingga tidak dibawa oleh para perampok, sedangkan kita kehilangan anak-anak kita”. Sang kakek lalu menjawab, ”kenapa kalian tak juga bijaksana, sudah aku katakan jangan terlalu cepat menyimpulkan segala sesuatu”. (disarikan dari Inspirasi Toni Raharjo @MQ FM)
Hidup ini perjalanan panjang, 1 hari bagaikan satu halaman dari ribuan halaman novel, jangan terlalu cepat menyimpulkan segala sesuatu yang terjadi pada diri kita. Yakinlah selalu ada hikmah baik dibaliknya, tugas kita hanya bergantung kepada Allah setiap harinya, dalam harap dan takut kita…bersyukur…apapun yang menimpa kita, itu yang terbaik menurut Allah.
Allah telah menjanjikan pada kita “barangsiapa yang bersyukur kepada Allah, maka akan Allah tambah nikmat Nya”. Bersyukur jika diberi rejeki, jangan ngedumel, jika bersyukur maka nikmat itu akan semakin terasa berkahnya, namun apabila tidak bersyukur, Allah cabut nikmat keberkahan itu…Naudzubillahi min dzalik
Bersyukur itu seperti disebutkan dalam QS. Al-Kautsar “…fasholli lirobbika wanhar” dengan shalat dan berkurban, karena sejatinya syukur itu wujud keimanan seseorang kepada Allah. Manifestasinya berupa memanfaatkan segala yang terbaik yang telah Allah berikan kepada kita untuk beribadah kepada Allah.
Alhamdulillah ‘ala kulli haal Ya Allah

*disarikan dari Kajian Pagi MQ FM 14 Januari 2016

Jumat, 01 Januari 2016

=Between SunRise and SunSet-Pangandaran 291215=

Bismillah…
Aku ingin berbagi cerita tentang liburan bersama teman-teman (Hayatiers*) di daerah Pangandaran. Daerah yang berlokasi di Jawa Barat, ditempuh kurang lebih 6-7 jam perjalanan darat dari Kota Bandung. Daerah ini terkenal dengan keindahan wisata baharinya yang terletak di daerah pantai selatan.
28 Desember 2015
Malam jam 11.00
Kami berangkat dari daerah Dipati Ukur menggunakan mobil carteran, dengan jumlah personil 9 orang; Kak Ning (Driver Ketcee Badaaai…), Fajri, Linda, Sisil, Norma, Rustan, Amir, Haikal dan Aku. Setiap orang telah membawa perbekalan dengan ransel masing-masing yang penuh. Target kami sampai di Pantai Pangandaran dan melihat SUNRISE J.
29 Desember 2015
Pagi jam 05.00
Alhamdulillah setelah melalui perjalanan yang panjang, akhirnya kami sampai di daerah Pangandaran. Sebelum menuju pantai, kami shalat Subuh terlebih dahulu di mushola SPBU sebelum memasuki area Pantai Pangandaran. Setelah shalat Subuh kami bergegas menuju mobil, mengejar mentari pagi…
Memasuki area Pantai Pangandaran kami dikenai karcis sebesar Rp. 36.000,-/mobil. Untuk menyaksikan sunrise, waktu yang terbaik adalah sekitar jam 05.30-05.45. Sesampainya di pantai, semua personil segera berlari menuju pantai (makluum di Bandung, pantai langkaa :D). Kami mulai mengambil posisi mengabadikan sunrise dengan perspektif masing-masing.

Setelah cukup lama menjepret sana-sini, kami-pun mulai lapar. Di sekitar pantai Pangandaran, tampak beberapa penjual lalu lalang membawa keranjang-keranjang makanan, beberapa berjualan dengan menggunakan sepeda. Akhirnya kami memutuskan untuk sarapan pagi nasi uduk. Seorang bapak penjual nasi uduk menawarkan 3 nasi uduk seharga 10.000, sarapan murmeer. Kami sarapan pagi sambil duduk di bangku bambu menghadap ke arah pantai Pangandaran. Seekor kucing SKSD datang mendekati kami dengan sok akrabnya duduk di dekat kami :D, dialah teman pertamaku di Pangandaran.

Jam 07.30
Untuk menyusuri objek wisata di Pangandaran, kami menggunakan jasa pemandu wisata. Kami berjanji untuk bertemu pemandu jam 07.30 di Pantai Pangandaran. Pemandu kami seorang lelaki paruh baya, ramah dan supel, namanya Pak Riswanto. Setelah beramah tamah, sang Bapak menjelaskan rencana wisata, dimulai dari Green Canyon, Pantai Batu Karas, Pantai Batu Hiu, Taman Wisata Alam, dan terakhir Sunset Pantai Timur. Oya, sekedar untuk menjadi referensi, setiap orang dikenai biaya Rp. 200.000 untuk semua objek wisata ini, plus makan siang dan dokumentasi.
Bersama Pak Riswanto

Jam 08.30
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 1 jam kami sampai di Green Canyon. Daerah ini terletak di daerah Sungai Cijulang yang airnya berwarna hijau, di tepi-tepi sungai tampak tebing-tebing bebatuan karst. Pemandu membagi kami menjadi 2 grup, dengan  2 perahu. Aku, Norma, Sisil, Haikal dan Kak Ning grup pertama dengan live jacket berwarna biru, kuberi nama Tim Biru. Sedangkan grup kedua, Linda, Fajri, Rustan dan Amir,mereka Tim Merah.
Tim Biru-Tim Merah
Menggunakan 2 perahu bersayap kami menyusuri sungai Cijulang, beberapa kali Aku berdecak kagum menyaksikan pesona alam daerah ini, mempesona. Akhirnya kami sampai di daerah sungai yang agak dangkal, sang pemandu mengingatkan kami untuk menggunakan live jacket dan melepaskan sandal jika ingin berenang menuju spot batu payung. Dengan bantuan tali yang terdapat di sungai Aku dan beberapa teman yang tidak bisa berenang menyusuri sungai dengan pemandangan tebing-tebing yang menghijau. Akhirnya kami sampai di daerah Batu Payung. Batu Payung merupakan batu yang berbentuk mirip payung, dengan ketinggian sekitar 6 meter dari permukaan sungai. Pengunjung melakukan atraksi melompat dari batu payung ke sungai, cukup menantang bagi yang tidak bisa berenang dan takut ketinggian.
Perahu Bersayap
Semua teman-temanku berinisiatif untuk mencoba, kecuali Aku dan Sisil yang masih ngilu membayangkan melompat dari ketinggian, kami berdua duduk anteng menatap beberapa teman yang mulai melompat. Ada yang melompat 2x, 3x bahkan sampai 5x bagi para cowok-cowok yang sangat menyukai sesuatu yang menantang seperti ini.
Aku dan Sisil masih duduk tak bergeming menyaksikan, padahal dalam hati masing-masing ingin. Setelah saling bertanya dan meyakinkan, akhirnya kami memutuskan untuk mencoba, sebuah keputusan yang cukup berani bagi orang yang tak bisa berenang dan takut ketinggian. Untuk menuju batu payung, kami harus menyeberang sungai dan memanjat tebing. Akhirnya sampai juga di atas, di puncak batu payung. Norma, Linda dan Fajri ikut menemani kami. Setelah meminta kami melompat terlebih dahulu, dan kami menolak, mereka-pun akhirnya memutuskan melompat terlebih dahulu. Tinggallah kami berdua di atas, Aku dan Sisil sama-sama takut untuk melompat, kami diliputi kegalauan tingkat tinggi, tidak ada satupun yang berani melompat terlebih dahulu, sedangkan di bawah suara-suara sudah mulai ramai meneriaki kami dengan riuh untuk segera melompat. Ngilu rasanya saat melihat ke bawah dan membayangkan melompat dari ketinggian yang terbilang fantastis bagiku, meskipun aku pernah mengatakan berulang-ulang kepada teman-temanku “tenang kita pakai live jacket, jadi tetep live”, jujur aku takut tenggelam :D.
Di atas Batu Payung
Tak sabar menanti kami melompat akhirnya salah seorang pemandu naik ke atas memberi kami beberapa trik melompat dari atas. Jujur, itu tidak membantu menghilangkan ketakutan kami, tetap saja tidak ada yang berani melompat. Sang pemandu mulai agak kesal dengan kami, akhirnya salah seorang pemandu yang lain ikut naik ke atas, dia lebih sabar megajari kami trik melompat, tetapi tetap saja “teori tak semudah praktek temaan”, kami tetap tak bergerak :D, whehe. Dan akhirnya dengan beberapa kalimat persuasif pemandu kedua berhasil meyemangatiku untuk melompat dengan dalih melompat bersama-sama.
1…2….3… Amir yang memegang kamera bersemangat menghitung untuk yang kesekian kalinya, dan akhirnya aku melompat temaan, byuuuurrr…. Jujur yang aku rasakan saat melompat adalah pasrah, bismillah…tak lama kemudian aku merasakan gelembung-gelembung air banyak di sekitarku, sederhana aku berfikir sepertinya aku masih di dalam air, lalu beberapa detik kemudian aku tersadar telah terapung di permukaan sungai, Aku Masih Hiduup Allaah J, #Alhamdulillah. Kemudian Sisil menyusul melompat setelah Aku…
Cukup hectic pengalaman di tempat wisata yang pertama. Melompat itu bagiku tentang melawan ketakutan diri sendiri, mengalahkan ketakutan-ketakutan yang kita bangun di dalam diri kita, yang kalau kita yakini, kita bisa melakukannya, maka ada kekuatan lain bernama keberanian yang berupaya mengalahkannya, dan mewujudkan keinginan kita, bahwa KITA BISA, insha Allah.
Alhamdulillah KITA BISA
Jam 11.00
Kami pulang menaiki perahu masing-masing, dan disambut sang pemandu di terminal pemberhentian perahu. Sang pemandu langsung mengajak kami menuju tempat wisata selanjutnya, yaitu Pantai Batu Karas.
Pantai Batu Karas terletak sekitar 15 menit dari Green Canyon, kami semua masih dalam kondisi basah kuyup saat sampai di Pantai Batu Karas, mentari yang semakin terik menyambut kedatangan kami. Sang pemandu segera mengarahkan kami menuju salah satu restoran seafood untuk mengobati jeritan kampung tengah. Kami makan dengan menu ikan bakar, cumi krispi, cah kangkung, dan karedok, makan terasa sangat nikmat, #memang makan disaat lapar lebih nikmat #Alhamdulillah J.
Selesai makan semuanya beranjak menuju pantai, pengunjung tampak ramai, mengingat ini waktu liburan sekolah. Beberapa pengunjung terlihat bermain surfing, yang lain ada yang bermain pasir di tepi pantai, berenang di daerah pantai yang dangkal, dan bermain banana boat atau donat UFO. Ini yang menarik hati kami, banana boat :D. Setelah tawar-menawar dengan sang pemilik banana boat, akhirnya kami bertujuh (para cewek-cewek) memutuskan untuk menaiki pisang raksasa itu.
Banana Boat
Salah satu yang kutakutkan saat menaiki banana boat adalah saat pisangnya dibalik. Ternyata teman-teman telah menyepakati untuk membalik banana boat 1x. Kami mulai menaiki pisang raksasa, setelah siap di kemudi masing-masing, banana boat meluncur dengan ditarik sebuah boat. Melayang-layang dan dihempas-hempas gelombang di tengah lautan memberikan sensasi tersendiri. Pemandangan di tengah lautan teramat indah, aku takjub, alam ciptaanMu teramat indah Allah, #MashaAllah. Di tengah perjalanan, kami semua berteriak agar pisang tidak dibalik, “jangan dibaliik Aaak…” kata kami memberi kode kepada sang pengendali boat, dia mengacungkan jempolnya. Tapi jujur Aku masih belum tenang, kami mulai sambung menyambung berteriak, “jangaaan dibaliiik Aaak…”.
Ketika Pisang Raksasa Berbalik T_T
Byaaaar….tepat setelah putaran kedua, banana boat kami dibalik T_T. Aku refleks melepaskan pegangan kemudi, terhempas di pinggiran pantai, air laut mulai memasuki hidung, mata dan tenggorokan, terasa asin dan periih. Aku mulai menggapai-gapai menuju tepi pantai, tapi belum lagi sampai ke tepi, ombak kembali menyapu, kali ini dengan membawa pasir, pasir itu terasa menghempas ke bagian wajahku, memasuki mata yang membuatnya semakin perih. Aku mulai berteriak memanggil Norma, Aku terduduk di tepi pantai, mataku tak bisa terbuka, teramat perih, tak lama Norma membawakan air laut dengan tangannya, menyiramkan ke mukaku, meskipun asin, tapi pasir yang menghiasi mukaku sedikit menghilang, #ThanksMak.
Kami bersegera menuju kamar mandi dengan kondisi tubuh penuh pasir, bebersih disana, dan rasanya Aku ingin sekali meminum air kamar mandi, mengingat tenggorokanku yang perih akibat air laut. Usai mandi, kami langsung menuju mushola dan shalat.
Jam 13.15
Jam sudah meunjukkan pukul 1 lewat 15 menit, kami segera diingatkan oleh pemandu untuk menuju tempat wisata berikutnya. Kali ini menuju Pantai Batu Hiu, terletak kurang lebih 1 jam perjalanan dari Batu Karas. Baru saja beberapa menit mobil berjalan, semuanya langsung terlelap #hayatilelaaahMaak…
Pantai Batu Hiu merupakan salah satu pantai yang tidak mengedepankan sisi pantainya, akan tetapi mengedepankan pesona bebatuan serta keindahan alamnya. Sudah tak terhitung entah sudah berapa kali Aku berdecak kagum, Allah alamMu indah sekalii…#MashaAllah. Perpaduan langit biru yang bersih dan pertemuannya dengan birunya lautan, dihiasi tebing-tebing bebatuan, yang katanya menyerupai hiu. Wisata kali ini benar-benar memanjakan mata dengan keindahan alam ciptaan Allah. Tempat wisata ini dikonsep dengan tangga-tangga menuju ke bagian tinggian, di bagian tinggian kita bisa menyaksikan keindahan view Pantai Batu Hiu, dengan tiupan angin yang semilir lembut, Indaah, #Perfect J.

Jam 14.45
Setelah cukup lama berkeliling dan beristirahat di atas, akhirnya kami memutuskan untuk turun. Di bawah sang pemandu telah menunggu untuk berangkat menuju tempat wisata selanjutnya. Kak Ning memutuskan untuk membeli air degan terlebih dahulu, sedangkan para emak-emak melihat-lihat souvenir khas pangandaran.
Akhirnya tepat pukul 3, kami berangkat menuju Taman Wisata Alam Pangandaran. Tempat ini ternyata masih berada di sekitar lokasi Pantai Pangandaran, untuk memasuki daerah tersebut kami tidak perlu membayar tiket masuk kembali. Sesampainya disana kami diarahkan pada pemandu wisata yang lain, namanya Pak Ajat, ia ramah dan segera membuat kami nyaman berinteraksi. Sebelum mulai menelususri gua-gua kami diberi penjelasan mengenai karakteristik gua dan cerita rakyat dibaliknya. Sesekali terdengar bunyi-bunyi hewan di belakang kami, ternyata simpanse, untuk memanggilnya kami harus memanggil…”Kiss..kiss..kiss..”kata Pak Ajat dan bisa juga memberikannya permen.
Pak Ajat mengajak kami memasuki kawasan cagar alam, terlihat beberapa rusa berkeliaran dengan bebasnya, untuk memanggil rusa kita harus bersuara “Inyeek..Inyeeek…” kata Pak Ajat. Kami-pun berusaha memanggilnya, akan tetapi rombongan Rusa itu tetap saja bubar menyaksikan kegaduhan kami ber”inyeek-inyeeek” ria :D.

Dimulailah penelusuran kami dari Gua Panggung, Gua Keramat/Parat, dan terakhir Gua Miring. Di dalam gua ini terlihat relief-relief pahatan alam berupa stalagtit dan stalagmit. Beberapa pahatan alam berbentuk seperti pahatan manusia, terlihat seperti patung gajah, unta, dan lain sebagainya. Sebagian dari gua-gua ini masih dijadikan tempat bersemedi bagi sebagian orang. Oya, kata Pak Ajat tempat ini berkembang setelah kejadian Tsunami Pangandaran pada tahun 2006.
Menelusuri Gua, bukan Menggua...
Setelah menelusuri gua-gua kami menaiki perahu untuk melihat keindahan alam bawah laut serta melihat batu layar. Di daerah laut yang dangkal perahu dihentikan, kami diminta memanggil ikan-ikan dibawah laut dengan “Ehmmm…Eehmmm…Ehmmm…”, tetap saja para ikan tidak merasa terpanggil :D. Beberapa wisatawan yang lain terlihat melakukan snorkling, sebagian ada yang memancing. Perjalanan dilanjutkan, kami ditunjukkan batu layar serta batu buaya, terlihat proses abrasi membentuk batuan ini, semuanya murni pahatan alam, ciptaan Allah yang Maha Indah J, Maha Besar Allah dengan Keagungan Ciptaan Nya.
Batu Layar
Jam 17.00
Kami bersiap menuju destinasi terakhir, SUNSET. Sekitar 10 menit dari Cagar Alam, kami berhenti, kembali untuk mengejar mentari sore…

Sejatinya kehidupan itu juga seperti sunrise dan sunset, datang dan pergi, silih berganti,
seperti bergantinya siang dan malam J
“Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari karunia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas”(QS. Al-Isra:12).
Bandung, 01 Januari 2016
Alhamdulillah Thanks Allah
untuk nikmat yang tak terkira bisa menikmati Alam CiptaanMu
*Hayatiers: sebutan untuk anak-anak kosan hayatii yang berlokasi di Jalan Titiran Dalam, punya hobi masak-masak, makan-makan, jalan-jalan, pijit-pijitan, menggua dan akhir-akhir ini jadi hobi rapaaattt :D.